Selama 12 tahun di Eropa, Nuria menghabiskan waktu untuk sekolah dan bekerja. Nuria lulus S3 dari Université de Paris-8, Prancis, di bidang Antropologi Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK), atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan Antropologi Digital. Nuria tinggal di Kosovo selama 2009-2012 dan pada 2013 dikirim pemerintah Swedia untuk sebuah misi perdamaian di Palestina. Sejak 2017, Nuria berada di Jakarta demi menemani Ibu yang demensia. Dan di sela-sela gonjang-ganjing hidupnya bersama Ibu, Nuria menerbitkan delapan buku memoar yang lima di antaranya dikerjakan secara mandiri, dalam arti menulis dan mendesain hingga mencetak dan memublikasikan buku-buku itu sendiri.
Untuk pembelian, silakan kontak
WhatsApp 082338132266
Kata orang, pengalaman adalah guru terbaik. Dan tentu saja, bukan hanya pengalaman diri sendiri. Pengalaman orang lain pun bisa menjadi masukan kita untuk menjalani kegelisahan hidup sehari-hari.
Buku-buku ini merupakan memoar, menceritakan berbagai kisah perjalanan hidup Nuria selama 12 tahun beredar di sekitaran Kosovo, Prancis, Swedia, dan Palestina, juga saat kembali ke Jakarta pada 2017 demi menemani ibunya yang demensia.
Untuk pembelian, silakan kontak
WhatsApp 082338132266
Sebagai penulis, sangatlah senang melihat hasil kerjanya beredar di banyak tempat, dibaca banyak orang. Dan buat penulis yang sekaligus juga editor, layout designer, fotografer, dan ‘penerbit’ (dalam arti menerbitkannya sendiri) seperti Nuria ini, hadiah terindah adalah ketika pembaca memberikan masukan yang menyatakan berbagai pelajaran yang diperoleh dari buku yang dibaca. Kadang itu membuatnya ikut berurai air mata, kadang terbahak dan tergelak, membuatnya terpacu untuk terus menulis. Terima kasih, teman.
Maman Suherman
(Penulis dan Pegiat Literasi)
Buku ini mungil semungil penulisnya Nuria Soeharto, semungil sosok yang terus mengingatkanku untuk hadir di peluncurannya beberapa hari lalu. Tapi isinya, sebesar semangat, jiwa dan hati mereka yang tak bisa ditampung oleh dunia yang kecil.
Aku langsung membacanya saat duduk menunggu acara dimulai, dan langsung tamat. Sial….., aku dilirik sejumlah orang dengan tatapan aneh yang berlalu lalang di sekitar panggung lobby Indonesia International BookFair 2017, di JCC, Jakarta. Maklum, tanpa sadar mata ini meneteskan air mata berulang-ulang yang ditimpali tawa yang tak bisa kutahan. Tragedi, komedi berganti-ganti di setiap halaman yang kubuka, dan pemenangnya adalah: betapa indah dan bermaknanya hidup ini bila dihadapi dengan “gaya komedi” meski itu “tragedi”. Begitu pula sebaliknya, ada tragika di lintasan komedi yang mewarnai hidup ini.
Lebih lanjut, klik postingan aslinya di sini.
Ukke R. Kosasih
(Pegiat Slow-Living, KabinKebun)
Ini bukan resensi buku, atau promosi buku temen sendiri, tapi ini wujud kekaguman dan keheranan. @nuriasoeharto adalah sobat yang sangat piawai mengungkapkan sisi optimis, riang, ringan bahkan jenaka di segala suasana. Dalam kemelut, prahara perang (ini perang beneran ya), perceraian dan ketidakpastian, dia selalu berhasil menyuguhkannya dalam bahasa sederhana. Lugas. Cerita soal sekolah saja bisa loh dia buat buku menarik. Ajaib.
Lebih lanjut sila klik postingan aslinya di sini.
Nunik Iswardhani
(Jurnalis)
Mengikuti timeline teman FB saya, Nuri, saya jadi iri. betapa tidak, di usia senja ibunya, Nuri bisa hadir sebagai teman ngobrol dan sahabat yang menyenangkan bagi sang ibu.
Obrolan ibu-anak ini menggambarkan kemesraan hubungan antara keduanya. bukan obrolan yang berat2, tapi obrolan yang ringan, tanpa adanya pretensi apalagi prejudice. mirip obrolan antar anak2. ringan dan kadang seperti menertawakan diri sendiri. atau malah kadang seperti “nggak nyambung”. tapi Nuri mampu membuat sang ibu tertawa, dan seperti itulah mereka menghiasi hari-harinya dan sesekali terekam di timeline saya.
Lebih lanjut, klik postingan aslinya di sini.